Minggu, 24 April 2011

Sebuah Harapan Bernama Mula Harahap

Tema : Manusia dan Harapan

Harapan adalah sesuatu yang diinginkan oleh manusia, yang diinginkan atau dimiliki dengan segenap jiwa dan keyakinan agar sesuatu terjadi.

Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkannya diperlukan usaha dan doa yang sungguh-sunguh.

Harapan hampir mirip dengan cita-cita, hanya saja biasanya cita-cita itu adalah sesuatu yang diinginkan setinggi-tingginya, sedangkan harapan itu tidak terlalu muluk. Meskipun demikian, harapan dan cita-cita memiliki kesamaan, yaitu :

· Keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud.

· Pada umumnya baik cita-cita maupun harapan adalah menginginkan hal yang lebih baik atau lebih meningkat.

Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. harapan tersebut tergantung pada tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing. Berhasil atau tidaknya suatu harapan, misalnya Rafiq mengharapan nilai a ujian yang akan datang, tetapi tidak ada usaha, tidak pernah hadir kuliah. Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi, sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi.

Dibawah ini adalah sebuah cerita dari sumber yang saya dapat mengenai harapan dari seorang penulis, yuuuk marii di simaak.....

Sebuah Harapan Bernama Mula Harahap

Sabtu, 25 September 2010

Tiba-tiba saya merasa tua ketika mendapat sandek, pesan pendek, bahwa Mula Harahap, 57 tahun, meninggalkan dunia. Pesan pendek itu datang minggu lalu dari Djoko Lelono, kreatif periklanan yang dulu juga seperti Mula, aktif menulis cerita anak-anak, dan dari Lena, sahabat kerjanya, ketika Mula aktif di Badan Penerbit Kristen, BPK.


Merasa tua karena di awal bulan September ini, kami berdua seharusnya diperiksa jantung dan seharusnya juga dikateter, atau sejenis itulah. Dulu, kami biasa bertemu dengan satu tujuan.

Menulis cerita anak-anak dan mengirimkan, dengan tangan, ke penerbit atau ke redaktur majalah. Kadang kami menunggu di teras redaksi majalah Si Kuncung, lebih sering di majalah anak Kawanku—yang namanya sekarang masih ada dengan target usia pembaca lebih dewasa.


Di sana ada Julius R Siyaramanual, Toha Mohtar, Trim Sutija, Th . Sumartana—semua sudah mendahului—juga Asmara Nababan, Todung Mulia Lubis, yang tak banyak lagi bersinggungan dengan dunia anak-anak.


Mula Harahap masih setia, pun ketika meninggalkan BPK, lalu aktif di Ikapi, Ikatan Penerbit Indonesia. Dalam suatu talks show di televisi, saya meledek dan mengatakan: menjadi penerbit sendiri dan bukan dalam sebuah grup raksasa sama juga bunuh diri pelan-pelan.


Mula, seperti biasanya, banyak tertawa dan tampak tampan dengan rambut gondrong, tidak membantah dan juga tidak membenarkan. Mula masih berkubang dalam dunia penerbitan. Kalau tak salah, ia pernah tertarik dengan jual beli saham yang sebentar digeluti dan membuatnya kecewa.


Mungkin dunia buku juga membuatnya kecewa, tapi juga memberi kebanggaan, dan Mula tetap setia di situ. Dan sesungguhnyalah itu harapan yang tersisa dari seorang seniman, seorang penulis, seorang penggiat aktif dalam dunia anak-anak, dan dunia perbukuan.


Beberapa nama yang menulis buku anak-anak telah beralih profesi, beberapa penulis yang mendirikan penerbitan memilih surut, namun Mula tetap menikmati. Ia masih antusias menulis, dan terus menulis melalui blognya.


Kadang permenungan mengenai kasus Ariel, kadang mengenai cucunya, kadang mengenai pakaian yang dikenakan—mulai baju, kaus kaki sampai celana— yang saya katakan padanya itulah jenis personal esai.


Yang subjektif, personal dan karenanya orisinal. Saya selalu mengompori, memprovokasi, untuk mengirimkan ke media sehingga menerima honor.


Saya selalu menggoda begitu, dan dulu pun saya menulis cerita anak-anak dengan nama samaran BMD Harahap, dan mengatakan buku anak yang terbit dengan nama Harahap samaran lebih banyak dibandingkan Harahap yang asli.


Tapi begitulah Mula yang setia, yang baik, yang menemukan kenikmatan ketika menuliskan. Baik gagasan, baik ide, baik—dan terutama— dalam menyikapi hidupnya. Menulis ya menulis saja, berdiskusi ya berdiskusi saja. Tanpa berpikir lain, soal komersial atau tidak.


Ketekunan dan kesetiaan ini sangat mengagumkan, dan mengenangnya adalah mengenang cinta tulus akan profesi, atau bahasa indahnya, panggilannya. Mengenang seorang sahabat seperti Mula Harahap adalah mengenang adanya harapan bahwa sosok seperti itu seharusnya masih ada.


Karena itulah yang dibutuhkan di negeri ini ketika harga menjadi lebih penting dari makna. Ketika keberhasilan dan ketidakberhasilan diukur semata- mata dari angka-angka, bukan karena keseriusan dan kontinuitas yang dilakukan. Itulah yang menjadikan sosoknya mulia.


Mula Harahap tetap dengan tawanya, dengan penampilan dan keyakinannya, menemukan dunianya. Dan masih menyatu hingga akhir hayatnya. Saya merasa lebih tua lagi karena tak bisa setia sepertinya.


Karena seperti Djoko Lelono, seperti juga penulis anak-anak di awal tahun ‘70- an, sering tergoda berkarya dalam bidang yang bukan semata dunia buku dan dunia cerita anak-anak.


Mula Harahap membuktikan sesuatu yang berbeda. Itulah harapan adanya seseorang seperti dia. Yang agak langka, padahal selalu dibutuhkan dalam kehidupan: kesetiaan sekaligus kesederhanaan, dan tawa berkelanjutan tanpa penyesalan.

Sumber :

http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=63279

tanggapan :

Dari tulisan di atas dapat kita simpulkan bahwa harapan bagi seorang penulis adalah lebih di hargai atau di akui hasil karyanya seperti sebuah seni yang tidak hanya harus di ukur dari materi saja, tapi merupakan sebuah hasil karya berupa seni yang mempunyai nilai tersendiri bagi yang membacanya.

Seberapapun sibuk masih mau menyisihkan waktu untuk menulis. Karena lewat tulisan seseorang bisa diubah, lewat tulisan bisa mendapatkan sesuap nasi, lewat tulisan jadi punya makna dalam dunia ini, lewat tulisan jadi bisa berdiri untuk teguh pada keinginan yang kadang baru di temukan dasarnya saat menulis.

Tidak harus menjadi seorang yang mempunyai nama besar ataupun gelar bisa dikatakan sebagai penulis tetapi siapapun baik dapat menjadi seorang penulis di mulai dari tulisan sederhana yang dapat di publish pada blog tentang apa yang baru saja di alami, lihat atau rasakan.

Semua penulis dari yang aktif maupun tidak tentunya memiliki harapan tertentu, tidak harus mendapatkan sebuah award, tetapi dengan mempunyai wadah untuk untuk mengembangkan kreasinya yang dapat di publish kepada khalayak ramai pun bisa dikata award buat penulis karena karya tulisnya dapat di nikmati oleh banyak orang tentunya. Dengan tidak memandang status nama besar dan harus mengetahui kode etik menulis tentunya tidak masalah bagi siapapun menulis di manapun. Untuk yang mempunyai bakat menulis tetaplah berkreasi karena siapa tau bisa menjadi suatu profesi yang kalian inginkan ataupun dapat mengekspresikan apa yang kalian rasakan kepada orang lain :) ..

Chayooo ^,^




0 komentar:

Posting Komentar