Rabu, 06 April 2011

Dari Sudut Pandang Pengemis

Tema : MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP

Dalam mencapai suatu tujuan dalam segala hal, diperlukan pandangan hidup sebagai tujuan dan landasan untuk mencapai cita-cita tersebut. Segala sesuatunya berjalan dengan pandangan hidup. Kita akan menganut prinsip hidup yang bersesuaian dengannya, dan Kitapun akan menganut pola-pikir yang bersesuaian dengan prinsip-hidup Kita itu. Oleh karenanya berhati-hatilah di dalam mengadopsi sebentuk pandangan-hidup tertetu. Hal itu akan secara signifikan sangat menentukan jalan hidup anda secara keseluruhan Kita masih menjalani hidup secara coba-coba, dengan meraba-raba. Di dalam menjalaninya selama ini, mungkin kita telah mencoba-coba satu dengan yang lain, sampai dengan menemukan pandangan-hidup yang rasanya cocok yang sesuai dengan kondisi mental kita. Namun, kita mesti selalu ingat bila sesuatu belum tentu juga baik buat kita. Apa yang kita perlukan untuk menjalani hidup ini bukanlah yang cocok atau yang kita senangi, melainkan yang baik dan mendatangkan kebaikan buat kita dan orang lain.

Disinilah peranan pandangan hidup seseorang. Pandangan hidup yang teguh merupakan pelindung seseorang. Dengan memegang teguh pandangan hidup yang diyakini, seseorang tidak akan bertindak sesuka hatinya. Ia tidak akan gegabah bila menghadapi masalah, hambatan, tantangan dan gangguan, serta kesulitan yang dihadapinya.

Pandangan hidup dapat berbeda-beda persepsinya. Tergantung dari sudut pandang kita menilainya. Contohnya saja dengan bagaimana kita memandang kehidupan (menilai) tentang pengemis. Tiap orang memiliki pandangan tersendiri dari kata tersebut ‘pengemis’. Ada dua pandangan mengenai hal tersebut yaitu : pengemis yang menjadikan mengemis sebagai suatu pekerjaan dan pengemis yang menjadikan mengemis tersebut sebagai suatu kebudayaan. Ironis memang mendengar hal tersebut, namun jika di lihat lagi semua mempunyai latar belakang tersendiri sehingga mereka memilih mengemis.

Latar belakang pengemis sendiri bermacam-macam. Ada yang akibat rumahnya tergusur, sehingga mereka menggunakan gerobak untuk berpindah-pindah tempat dan mencari sumbangan atau makanan. Ada yang tinggal di samping rel kreta karena tidak punya lahan untuk tinggal. Ada pula yang meninggalkan kampungnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Jakarta, tapi tidak melengkapi dirinya dengan kemampuan yang dibutuhkan sehingga akhirnya menjadikan pengemis sebagai profesi.



Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan mengemis adalah sebuah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif sebab).

Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinyu mengemis, tetapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.

Pengemis yang masih memiliki alternatif pilihan, karena memiliki keterampilan lain yang dapat mereka kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak dapat berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang tersebut.

Pengemis yang hanya sementara dan bergantung pada kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah asalnya karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu pemicu berkembangnya kelompok ini.

Pengemis yang hidup berjuang dengan harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara (kontemporer). Mereka mengemis sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.

Dari pembahasan diatas perlu diketahui bahwa mengemis merupakan pilihan yang tidak semata-mata disebabkan oleh keterhimpitan ekonomi (kemiskinan) atau keterbatasan fisik (ketuaan/cacat tubuh), dua hal yang sering dijadikan alasan tindakan mengemis, duanya menyebabkan hilangnya kesempatan kerja, akan tetapi juga disebabkan faktor lain, seperti faktor tradisi suatu masyarakat yang menjadikan mengemis sebagai profesi. Kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang, dan kondisi musiman. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Namun demikian, hidup kita, pilihan-pilihan kita dan keputusan untuk berbuat atau tidak berbuat, sesungguhnya sadar atau tidak sadar telah melalui pertimbangan nilai-nilai yang kita hayati. Ketidakmampuan individu dalam menemukan makna hiduplah yang menyebabkan seseorang mengalami keputus-asaan, kehilangan kepercayaan diri dan kehilangan kebebasan untuk berkarya tanpa harus mengharap belas kasihan orang lain.

Kebanyakan pengemis menganggap kalau meminta-minta merupakan suatu perbuatan yang mulia dari pada mencuri. Mereka terus berada dalam pemahaman itu, padahal keliru. Jelas-jelas tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.

Referensi :
http://www.unik78.co.cc/2010/05/alasan-pengemis-menjadi-pengemis.html
http://novirukmayanti.gxrg.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=17

0 komentar:

Posting Komentar